Selasa, 11 Februari 2014

isnuansa dot com: Jadi Kita Pindah Ke Gas Alam Aja, Nih?

isnuansa dot com: Jadi Kita Pindah Ke Gas Alam Aja, Nih?


Jadi Kita Pindah Ke Gas Alam Aja, Nih?

Posted: 11 Feb 2014 07:20 AM PST

Sebulan belakangan ini, apa yang jadi perbincangan hangat di kalangan ibu-ibu rumah tangga seperti saya? Yak, betul. Kenaikan harga gas elpiji. Bikin pusying kepala kan ya? Yang biasanya cukup bayar 80an ribu satu tabung 12 kilogram, sempet melonjak hingga 140an ribu. Meskipun sekarang secara resmi harganya sudah diturunin lagi, tapi fakta di lapangan tetep saja harganya masih jauh di atas harga resmi. Alasan pedagang klasik, harga belinya waktu harga sudah naik, jadi ngabisin stok dulu. Ada juga yang beralasan pasokan gas langka, jadi tetep saja, konsumen yang mau nggak mau jadi korbannya.

Mama saya, biasanya paling tabah kalau soal kenaikan harga. ‘Emangnya kita bisa apa kalau harganya musti naik?’ begitu selalu kata Mama saat harga BBM naik, yang otomatis juga berimbas kepada seluruh harga, seperti sembako yang setiap hari dibelinya. Tetapi kenapa kemarin dia seperti menggumam ya, ‘Apa nggak ada alternatif, sih, selain masak pakai elpiji?’ tanyanya.

Mau saya becandain kok rasanya nggak tega juga ya. Padahal udah ada tuh di ujung mulut kalimat ‘Bisa sih, Ma, pakai kompor minyak aja, lagi.’

Jadinya kepikiran juga. Selama ini kok ya kayak cinta monyet aja kita ini sama elpiji. Dibutain perasaan kita, sehingga selalu bergantung terus. Hahahahaha…

Pas selo, saya coba cari tahu, apa alternatif yang bisa digunain buat mengganti bahan bakar untuk memasak di rumah, selain elpiji. Pertama, ketemulah kompor listrik. Tetapi begitu tahu ukurannya besar (rata-rata di atas 500 watt), langsung pingsan. Padahal belum ngitung secara matematis, tetapi 500 watt, dikali berapa puluh menit sehari (waktu yang dibutuhkan untuk memasak), dikali satu bulan itu pasti ketemunya angka yang sangat besar. Apalagi tarif dasar listrik bakalan semakin naik karena subsidinya juga semakin diperkecil sama pemerintah. Ah, nggak jadi deh.

Lha trus kok ndilalah ketemu sama video ini.

Gas alam?

Oke, saya lalu cari tahu nilai keekonomisannya. Ketemulah tulisan bahwa perbandingan antara 1 kilogram gas elpiji, itu setara dengan 1,3 meter kubik gas alam. Waahh, dengan harga elpiji yang Rp. 7.000,- per kilogram dan gas alam Rp. 3.200,- per kubik untuk rumah tangga menengah, hasilnya jauuuhhh lebih ekonomis! Kaget banget lho saya, hasil itu kan scientific, bukan katanya-katanya lagi. Trus, kalau rumah kita di rusunawa, berdasarkan daftar harga gas alam dari BPH Migas, kita cuma bayar Rp. 2.600,- saja per kubiknya sodara-sadara! Hayo pada dipencet masing-masing kalkulatornya. Saya aja nggak percaya ini, sambil masih pencat-pencet kalkulator nulisnya.

Trus, belinya ke mana? Nah ini nih! Gas alam ini disalurkan ke rumah-rumah melalui instalasi jaringan pipa gas bumi bumi oleh PGN (Perusahaan Gas Negara) di dalam tanah. Nggak kelihatan gitu… Jadi, kalau mau tahu daerah rumah kita sudah dilewati dan terpasang oleh jalur pipa gas PGN, bisa telpon ke contact center 500645. Saking ambisius pengen pasang di rumah saya dan pengen pasangin juga di rumah orang tua di Bekasi, saya langsung telpon tuh. Dijawab sama Mbak Lita, saya diarahin untuk telpon kantor penjualan PGN area Bekasi di Jalan Boulevard Selatan Blok A 11-12 Ruko Sinpasa Sumarecon Bekasi (021) 295 72216. Dan untuk kantor penjualan PGN area Jakarta di Jalan Anyer No. 11 Jakarta Pusat (021) 3924910.

Setelah saya telpon, saya bisa dapat informasi bahwa tempat terdekat dari rumah saya yang sudah terpasang jalur pipa gas PGN itu adalah di HOTEL MULIA! Jreeennng!!! Itupun masih jauh bener, sodara! Beberapa kilometer lagi. *nasib rumah di pinggiran* *cuma bisa nunggu kebaikan hati pemerintah biar segera dipasang sampai daerah pinggiran*

Balik lagi ke video di atas. Lihat testimoni pemakai di rusunawa Bidaracina kok ya jadi ngiler. Praktis gitu. Saat orang-orang harus kebingungan cari gas elpiji yang terkadang langka, mereka tinggal jekrekin kompor setiap saat, tanpa harus mikir kekurangan gas. Kalau gas elpiji langka kan susah juga, ngiter-ngiter ke beberapa toko, kalau kosong kan lumayan keringetan nenteng tabung gasnya. icon mrgreen Jadi Kita Pindah Ke Gas Alam Aja, Nih? Soal praktis ini juga termasuk kepraktisan pembayaran ya. Dilihat dari tayangan video tadi bayarnya di ATM, jadi tinggal masukin kartu doang, udah deh sekalian bayar tagihan listrik dan air (PALYJA).

Soal keamanan, testimoni penghuni rusunawa Bidaracina juga bilang aman-aman saja. Saya kan nggak langsung percaya ya, namanya juga gas. Cari tahu dulu dong ya, masak cuma gara-gara nggak perlu bongkar pasang tabung gas trus dibilang aman? Ya memang sih, regulator gas itu yang paling ngeselin, karena saya pernah ngisi gas malam hari, besoknya udah tinggal dikit doang (saya pasang yang bisa ketahuan isi tabungnya itu). Ternyata ngeses, bocor. Trus, gimana tuh kalau gas alam bocor? Tenang, gas alam pun dikasih odorant (atau zat pembau) saat didistribusikan, sehingga saat terjadi kebocoran juga gampang terdeteksi. Dan dari yang saya baca, justru yang paling bikin tenang akan keamanan gas alam ini adalah karena tekanannya kecil. Perbandingan tekanan gas alam dan elpiji adalah 1 dibanding 600. Tak heran, kita sering mendengar berita ledakan tabung gas (elpiji). Sedangkan jika ada kebocoran pipa gas alam, gas akan menguap, dan pastinya sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kita bisa lapor ke petugasnya.

Ah, senengnya ya, yang jadi warga rusunawa Bidaracina. Dan warga-warga rusunawa lainnya yang sudah dialiri gas alam di rumahnya. Kenapa? Karena mereka bebas dari rasa was-was akan kenaikan harga. Harga yang mereka bayar sekarang ini kan sudah harga tanpa subsidi, artinya tidak akan ada lagi kenaikan harga yang signifikan. Sedangkan kita? Harga elpiji yang kita pakai sehari-hari ini kan sebagian masih menjadi tanggungan pemerintah. Masih disubsidi. Subsidinya dikurangin dikit aja, kita udah menjerit, kalau subsidinya dicabut, gimana?

Mbok pemerintah mewajibkan saja itu penduduknya yang sudah mampu supaya semua pakai gas alam aja. Kayak Jokowi yang dengan tegas mulai mengurangi polusi dan nekat membeli armada TransJakarta yang berbahan bakar BBG meskipun menuai banyak kecaman, gitu lho… Saya sih berharapnya Jokowi serius ya mewujudkan Jakarta Kota Gas, biar nggak cuma rusunawa aja yang dialiri gas alam. Rumah-rumah penduduk non rusunawa juga kebagian aliran gas. *berdoa*

Tidak ada komentar: