Rabu, 21 Agustus 2013

isnuansa dot com: Resiko Menjadi Full Time Blogger di Kampung

isnuansa dot com: Resiko Menjadi Full Time Blogger di Kampung


Resiko Menjadi Full Time Blogger di Kampung

Posted: 20 Aug 2013 11:40 PM PDT

Sudah sebulan lebih sejak memutuskan menjadi seorang full time blogger, lamat-lamat kerap saya dengar bisik-bisik tetangga yang menggunjingkan perihal pekerjaan saya. Maklumlah, masyarakat di kampung saya adalah mayoritas bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), wiraswasta, dan karyawan, yang notabene berangkat kerja pagi dan pulang sore hari. Pada awalnya saya merasa terusik dengan apa yang mereka bicarakan di belakang saya. Namun, keputusan saya menjadi seorang full time blogger memang sudah bulat. Sehingga, saya kemudian menjadi terbiasa dan menerima dengan lapang dada jika masyarakat di lingkungan tempat tinggal saya menggunjing tentang saya yang seolah-olah hidup tanpa pekerjaan, dan terkesan hanya numpang hidup dari keringat istri saya yang kebetulan berprofesi sebagai guru sekolah swasta. Alih-alih terusik, gunjingan mereka malah semakin membuat saya termotivasi menjadi seorang full time blogger.

Separagraf preambule di atas saya tulis sebagai latar belakang pembahasan tentang resiko menjadi seorang full time blogger di kampung. Sebelumnya barangkali saya terlalu premature menuliskan bahwa blogger itu adalah sebuah profesi. Sebab, kecenderungan menjadi blogger di Indonesia adalah semata-mata hanya menyalurkan hobi. Seperti jamak kita ketahui, menyalurkan hobi melalui blog bukanlah sebuah profesi atau pekerjaan. Ini hanya semacam sebuah selingan hidup di tengah hiruk pikuk pekerjaan. Dengan kata lain, cuma sekedar hiburan. Akan tetapi barangkali apa yang saya tuliskan benar adanya bahwa blogger itu adalah sebuah profesi. Faktanya, Yaro Starak, Darren Rowse, Daniel Sccoco mampu menjadi menjadi milyarder dengan berprofesi sebagai full time blogger. Dan ketika saya menuliskan blogger-blogger milyarder tersebut mampu menghasilkan uang dari blognya, bukankah menjadi blogger itu sebuah profesi atau pekerjaan?

Atau barangkali para sahabat Mbak Isnuansa menganggap saya berlebihan, dan terlalu jauh membandingkan blogger dunia tersebut dengan konteks blogger di Indonesia. Tetapi dengan tegas saya akan mengatakan bahwa saya tidak berlebihan. Sebab, beberapa referensi yang saya baca mengenai blogger-blogger sukses tersebut, mayoritas berangkat dari menyalurkan hobi melalui blog. Keseriusan mereka menekuni dunia blogging telah membuktikan kepada kita bahwa menjadi blogger adalah profesi yang cukup menjanjikan. Bahkan, ada dari beberapa nama blogger yang saya tuliskan di atas, kerap nongol di majalah Forbes.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Seperti yang saya tuliskan di awal paragraf, menjadi seorang full time blogger sepertinya masih menjadi sebuah olokan masyarakat. Setidaknya saya mengalami sendiri hal tersebut. Kenapa bisa demikian? Sejauh pengamatan saya, ada beberapa hal yang mempengruhinya. Antara lain;

1.       Paradigma Masyarakat Tentang Pekerjaan

Secara umum, paradigma atau cara pandang masyarakat kita tentang pekerjaan dapat saya terjemahkan sebagai berikut;

-          Bekerja itu berangkat pagi, pulang sore.

-          Bekerja itu selalu gajian tepat waktu.

-          Bekerja itu menjadi direktur, dokter, PNS, Karyawan, dan lainnya yang dapat dilihat secara nyata

Nah, sedangkan menjadi blogger, sama sekali jauh dari paradigma masyarakat kita tentang sebuah pekerjaan. Bahkan, beberapa teman saya berkelakar bahwa mencari uang via internet itu sama saja dengan bisnis ghoib, alias tidak terlihat nyata.

2.       Belum Ada Bukti Keberhasilan Menjadi Seorang Blogger

Meski saya percaya bahwa telah begitu banyak blogger Indonesia yang mampu hidup dari profesinya sebagai blogger, akan tetapi secara umum masyarakat kita belum mengetahui fakta tersebut. Kalau pun ada, saya kira baru sebatas kalangan blogger itu sendiri. Di samping itu, sepertinya media pemberitaan kita jarang sekali mengangkat kisah keberhasilan seorang blogger.

3.       Minimnya Pemahaman Masyarakat Tentang Internet

Saya tidak dapat menyalahkan masyarakat megenai minimnya pemahaman mereka tentang internet. Sebab banyak faktor yang mempengaruhinya. Namun, fakta ini memberikan sumbangsih ketidakpercayaan mereka terhadap profesi blogger. Parahnya, yang tersebar di media pemberitaan justru kebanyakan kasus-kasus penipuan yang di lakukan secara online.

 

Nah, jika sahabat Mbak Isnuansa sepakat dengan pendapat saya, maka berprofesi sebagai blogger di Indonesia sama saja dengan melawan arus besar paradigma konvensional masyarakat kita. Kabar baiknya, cepat atau lambat, jika kita serius memulai menekuni dunia blogging, maka kita selangkah lebih maju jika paradigma konvensional masyarakat kita itu mulai bergeser. Sebab, entah kenapa saya punya keyakinan bahwa ke depan, internet akan menjadi budaya dan gaya hidup massif masyarakat Indonesia, meski hari ini, menjadi seorang full time blogger yang hidup di kampung lebih banyak mempunyai resiko sosial. Poin plusnya adalah, saya telah memulainya.

 ~~~

Tentang penulis:

Ibrahim Sukman adalah mantan kuli tinta yang memutuskan menjadi seorang full time blogger di www.rasablogger.com. Sekarang berdomisili di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

 

Tidak ada komentar: